Balok adalah elemen struktur utama gedung yang terpasang secara horizontal dan terhubung dengan kolom-kolom struktur. Fungsi balok adalah memikul beban kemudian disalurkan ke elemen kolom. Akibat dari beban tersebut, balok mengalami momen lentur, gaya geser, dan momen torsi. Pada saat balok memikul beban, balok akan mengalami tegangan letur yang dapat menyebabkan tegangan tarik dan tekan pada balok.
Dimensi Penampang Balok
Menentukan tinggi balok dilakukan untuk memenuhui persyaratan lendutan pada balok. Balok pada bentang panjang akan membutuhkan penampang yang lebih tinggi, sehingga besarnya berat sendiri balok juga akan berpengaruh pada ukurannya.
SNI 2847-2019 mengatur tinggi minimum balok seperti pada tabel di bawah ini.
Kondisi perletakkan | H minimum |
---|---|
Perletakan sederhana | l/16 |
Menerus satu sisi | l/18,5 |
Menerus dua sisi | l/21 |
Kantilever | l/8 |
Catatan: Persamaan di atas dapat digunakan pada beton mutu normal dengan mutu tulangan \(fy\) = 420 MPa. Untuk beton ringan yang memiliki berat volume (\(wc\)) dalam kisaran 1440 – 1840 kg/m3, nilainya harus dikalikan dengan nilai terbesar dari (\(1,65–0,0003wc\)) atau 1,09. Untuk tulangan dengan \(fy\) lebih besar dari 420 MPa, nilainya harus dikalikan dengan (\(0,4 + \frac{fy}{700}\)).
Sedangkan untuk menentukan lebar penampang balok (kecuali wide beam), umumnya digunakan rasio antara tinggi balok dan lebar balok harus kurang dari tiga (\(\frac{h}{b}< 3\)). Atau, berdasarkan SNI lebar penampang (\(b\)) diambil dari nilai yang terbesar antara 0,3h atau 250.
Batasan Tulangan
Banyaknya jumlah baja tulangan dalam beton harus dibatasi. Penulangan yang berlebihan dapat mengakibatkan baja tulangan belum mencapai tegangan leleh sebelum beton mencapai regangan maksimum (0,003), dalam hal ini dapat terjadi kegagalan mendadak.
Sebaliknya, jika baja tulangan terlalu sedikit maka dapat mengakibatkan baja tulangan terlebih dahulu mencapai tegangan leleh sebeleum beton mencapai kekuatan maksimumnya, sehingga dapat mengakibatkan keruntuhan tarik.
SNI 2847-2019 mengatur luasan tulangan minimum dan maksimum yang harus dimiliki balok. Luasan tulangan yang diperlukan harus lebih besar dari (\(As,min\)) dan harus lebih kecil dari (\(As,max\)). Adapun besaran nilai dari luasan tulangan minimum pada balok adalah sebagai berikut:
\(As, min = \frac{0,25\cdot \sqrt{fc’}}{fy}\cdot b\cdot d\) atau \(As, min = \frac{1,4}{fy}\cdot b\cdot d\)
Mengingat \(As = \rho\cdot b\cdot d\), maka dari persamaan di atas dapat dinyatakan dalam bentuk rasio tulangan (\(\rho\)):
\(\rho _{min}=\frac{0,25\cdot \sqrt{fc’}}{fy}\) atau \(\rho _{min}= \frac{1,4}{fy}\)
Untuk batasan luasan tulangan maksimum, rasio tulangan (\(\rho\)) tidak boleh melebihi 0,025. Dengan demikian, untuk mencari besaran nilai \(As,max\) adalah sebagai berikut:
\(As, max = \rho _{max}\cdot b\cdot d\)Dengan nilai rasio tulangan maksimum,
\(\rho _{max} = 0,025\)Selimut Beton dan Jarak Antar Tulangan
Selimut beton adalah jarak antara permukaan terluar tulangan dengan permukaan terluar beton. Diperlukannya selimut beton ini adalah untuk melindungi tulangan terhadap korosi dan juga pelindung dari kebakaran. Adapun, l minimum tebal selimut beton untuk balok adalah 40 mm.
SNI 2847-2019 menetapkan jarak atau spasi minimum antar tulangan harus tidak kurang dari nilai terbesar dari 25 mm, diameter tulangan (\(d _{b}\)), dan \(\frac{4}{3} d _{agg}\) (\(d _{agg}\) adalah ukuran nominal maksimum agregat kasar). Batasan spasi minimum ditetapkan untuk menjaga kerapatan tulangan, sehingga campuran beton mudah mengalir melalui ruang antar tulangan. Jika tulangan yang ditempatkan pada balok ada dua lapis atau lebih, maka jarak antara keduanya tidak boleh kurang dari 25 mm. Jarak antar tulangan tersebut diambil dari lapis terluar tulangan.
Tahapan Desain Tulangan Utama Balok Beton Bertulang
Prosedur berikut digunakan untuk desain balok beton bertulang:
Langkah paling awal adalah menentukan momen ultimate atau kekuatan perlu (\(Mu\)) pada balok yang diperoleh dari hasil analisis struktur.
Tentukan dimensi balok, yaitu tinggi balok (\(h\)) dan lebar badan balok (\(b\)) dan diameter tulangan yang akan digunakan. Sehingga dapat dihitung tinggi efektif balok (\(d\).
\(d = h-t_{s}-\emptyset-\frac{D}{2}\)
(\(\emptyset\) = diamater tulangan sengkang, \(D\) = diamater tulangan utama)
Selanjutnya, hitung faktor tahanan lentur (\(Rn\)) untuk mendapatkan nilai rasio tulangan yang dibutuhkan. Dimana, dalam perhitungannya memerlukan faktor reduksi kekuatan lentur balok. Dalam hal ini, balok diasumsikan dalam kondisi terkendali tarik sehingga nilai faktor reduksi (\(\phi\)) = 0,9.
\(Rn = \frac{Mu}{\phi bd^{2}}\)
Setelah mendapatkan nilai \(Rn\), selanjutnya dihitung \(m\) untuk memperoleh nilai rasio tulangan yang diperlukan balok.
\(m = \frac{fy}{0,85fc’}\)
Setelah itu, tentukan rasio tulangan yang sesuai dengan perhitungan tahanan lentur yang dihitung di atas.
\(\rho = \frac{1}{m} \left ( 1- \sqrt{1 – \frac{2mRn}{fy}} \right )\)
Rasio tulangan harus lebih besar dari rasio tulangan minimum.
\(\rho _{min}=\frac{0,25\cdot \sqrt{fc’}}{fy}\) atau \(\rho _{min}= \frac{1,4}{fy}\)
Dengan rasio tulangan maksimum yang ditetapkan dalam SNI 2847-2019 \(\rho _{min}= 0,025\). Jika, \(\rho < \rho _{min}\) maka diambil nilai \(\rho _{min}\) sebagai rasio tulangan yang diperlukan.
Selanjutnya, hitung luasan tulangan yang diperlukan berdasarkan rasio tulangan.
\(As = \rho bd\)Untuk mendapatkan jumlah tulangan yang diperlukan maka hasil perhitungan di atas dibagi dengan luas tulangan yang akan dipakai.
\(n = \frac{As}{\frac{1}{4}\pi D^{2}}\)Setelah mendapatkan jumlah tulangan yang akan dipakai, tentukan berapa lapis tulangan yang akan dipasang dengan cara menghitung jarak antar tulangan jika di pasang dalam satu lapis. Jika hasilnya terlalu rapat dan lebih kecil dari ditetapkan SNI, maka tulangan di pasang dua lapis.
\(s= \frac{b-\left ( 2\times t _s \right )-\left ( 2\times \emptyset \right )-\left ( n\times D \right )}{n-1}\)Kemudian hitung luas tulangan aktual yang terpasang, untuk dapat menghitung tinggi blok tegangan (\(a\)) berdasarkan luasan tulangan aktual yang terpasang.
\(As = n\times \frac{1}{4}\times \pi \times D^{2}\)Dengan nilai \(a\),
\(a = \frac{As\times fy}{0,85\times fc’\times b}\)Hitung tinggi garis netral (\(c\)). Untuk menghitung \(c\) memerlukan nilai \(\beta _1\) sebagai pengkonversi nilai \(a\), dimana nilainya sangat dipengaruhi oleh nilai \(fc’\). Berdasarkan SNI 2847-2019 nilai \(\beta _1\) adalah sebagai berikut:
- \(17 \text{MPa} \leq fc’ \leq 28 \text{MPa}\) ; \(\beta _1 = 0,85\)
- \(28 \text{MPa} < fc’ < 58 \text{MPa}\) ; \(\beta _1 = 0,85 – 0,05\left ( \frac{fc’-28}{7} \right )\)
- \(fc’ > 55\) ; \(\beta _1 = 0,65\)
Dengan nilai \(c\):
\(c = \frac{a}{\beta _1}\)Setelah mendapatkan garis netral penampang, maka dapat dihitung besaran regangan (\(\varepsilon _t\)) yang terjadi pada tulangan tarik, untuk mengetahui kategori penampang.
\(\varepsilon _t = \frac{\left ( d _t-c \right )}{c}\times 0,003\)Dengan, \(d _t\) adalah jarak tulangan tarik terluar dari penampang balok, jika tulangan hanya dipasang satu lapis maka nilai tinggi efektif balok \(d\) sama dengan \(d _t\).
Jika, nilai \(d _t\geq 0,005\), maka balok merupakan terkendali tarik, sesuai dengan asumsi awal. Maka, dapat digunakan nilai faktor reduksi (\(\phi\)) = 0,9.
Terakhir, hitung momen nominal pada balok untuk mengetahui kapasitas penampang.
\(Mn = As\times fy\times \left ( d-\frac{a}{2} \right )\).
Sehingga dapat diperiksa kapasitas balok, dengan mengalikan faktor reduksi dengan momen nominal. Jika momen nominal lebih besar daripada momen ultimate, maka tulangan yang direncanakan dapat digunakan.
\(\phi Mn > Mu\).
Selesai, untuk desain tulangan geser balok beton bertulang akan menyusul di artikel selanjutnya.